Kamis, 16 Mei 2013

makalah ihyaul mawat


BAB II
PEMBAHASAN
Ihyaul Mawat dan Ja’alah
1.      Pengertian
Ihya al-Mawat adalah dua lafadz yang menunjukan satu istilah dalam Fiqh dan mempunyai maksud tersendiri. Bila diterjemahkan secara literer ihya berarti menghidupkan dan mawat berasal dari maut yang berarti mati atau wafat.
Sedangkan pengertian al-mawat menurut al-rafi’i ialah
الارض التى لامالك لها ولا ينتفع بها احد
“Tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak ada yang memanfaatkanya seorangpun.”
 Menurut imam al-Mawardi dalam kitab Al-Iqna al-Khatib, yang dimaksud al-mawat menurut istilah adalah:
هوالذى لم يكن عامرا ولا حريما لعامر قرب من العامر او بعد
“Tidak ada yang menanami, tidak ada halangan yang menanami, baik dekat yang menanami maupun jauh.”
 Menurut Syekh Shihab al-Din Qalyubi wa Umairoh dalam kitabnya Qalyubi wa Umairoh bahwa yang dimaksud dengan ihya al-mawat adalah:
عمارة الارض التي لم تعمر
“Menyuburkan tanah yang tidak subur”[1]
Yang dimaksud dengan tanah baru ialah tanah yangbelum peranah dikerajakan oleh siapapun : berarti tanah yang belum dipunyai orang atau tidak diketahui pemiliknya.[2]
             Sabda Rasulullah s.a.w.
Dari jabir bersabda rasulullah s.a.w.: “Barang siapa membuka tanah yang baru, maka tanah itu menjadi miliknya”. Riwayat Tirmidzi dan disahkanya.[3]
2.      Dasar Hukum Ihya al-Mawat
Rujukan (sumber hukum) yang dipakai oleh para ulama mengenai ihya al-mawat ialah al-hadis seperti hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Aisyah ra,bahwa Nabi Saw .bersabda:
من عمر ارضا ليست لاحد فهو احق بها
“Barang siapa yang membangun sebidang tanah yang bukan hak seseorang maka dialah yang berhak atas tanah itu”
Sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dari Samurah Ibn Jundab bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Barang siapa yang telah membuat suatu dinding di bumi itu berarti telah menjadi haknya”
Madzhab Malik dan Ahmad berbeda pendapat bahwa seseorang yang akan membuka tanah baru atau akan memfungsikan tanah tidak wajib untuk meminta ijin kepada penguasa sebab rasulullah saw bersabda:
من احيا ارضا ميتة فهي له
“Barang siapa yang mengidupkan tanah mati maka akan menjadi miliknya”
Muhammad Anwar dalam bukunya Fiqh Islam berpendapat apabila tanah tersebut dikauasai oleh pemerintah maka yang akan mengelola harus meminta ijin kepada pemerintah. Selanjutnya dikatakan apabila ada tanah kosong yang tidak diketahui oleh pemiliknya dan tidak diketahui pula tempat tinggalnya, tetapi tanda-tanda secara jelas menunjukan bahwa tanah tersebut sudah ada yang mengelolanya, tanah tersebut harus dikuasai oleh negara.
Dijelaskan oleh Idris Ahmad bahwa tanah kosong yang berada di lingukngan negara islam boleh dimiliki oleh orang islam baik yang diijinkan oleh pemerintah maupun tidak.apabila tanah kosong dilingkungan orang kafir maka orang-orang islam dibolehkan mengusahakanya apabila mereka tidak dilarang.
3.      Harim Makmur
Harim makmur artinya sesuatu yang dilarang dikuasai oleh seseorang. Harim itu ada beberapa macam yaitu sebagai berikut:
3.1.Harim kampung yaitu lapangan atau alun-alun tempat rekreasi, pacuan kuda, pasar, tanah lapang dll
3.2.Harim telaga yaitu tempat (tanah yang dibuka)/ disuburkan digali untuk kubangan ternak, seperti tempat penambatanya, tempat pancuranya ditempat pembuangan air.
3.3.Harim rumah yaitu tempat pembuangan sampah dan yang lain-lainya.[4]
Ada beberapa tanah yang gtidak boleh digarap:
Pertama, tanah tak bertuan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Kedua, tanah yang merupakan fasilitas umum. Ketiga, tanah atau kawasan lindung. Keempa,t kawasan terlarang untuk dikelola.[5]
                                                                             
4.      Milik bersama tanah yang kosong
Tanah kosong yang belum ditanami atau diurus oleh seseorang ada tiga macam yang menjadi milik bersama yaitu:
4.1.Air
4.2.Rumput
4.3.Benda-benda yang dapat dibakar
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam abu dawud dan ibnu majah dariAbu Hurairoh ra. dari Nabi Saw. bersabda:
“orang islam bersyarikat pada 3 macam yaitu air, padang rumput dan api”
Menurut sebagian ulama haram hukumnya melarang orang lain menggunakan benda-benda tersebut.
5.      Pembagian Tanah
Membagi-bagikan tanah dibolehkan menurut ajaran agama islam asal saja tanah itu belum menjadi milik seseorang atau suatu lembaga. Menurut Qadhi Iyadh yang dimaksud dengan membagi-bagikan tanah adalah pemberian pemerintah dari harta Allah kepada orang-orang yang pantas untuk itu dengan cara-cara sebagai berikut:
5.1.Sebagian tanah dikeluarkan dan diberikan kepada orang yang
 mampumemanfaatkanya dan menjaganya. Tanah itu merupakan hak miliknya supaya dikelola demi mencukupi kebutuhanya.
5.2.Hak guna usaha yaitu tanah tersebut diberikan kepada orang-orang
 tertentu yang layak danmampu memfungsikanya hasil untuk pengelola tetapi tanah tersebut bukan atau tidak menjadi hak milik.



6.      Temuan dalam Tanah Baru
seseorang yang memiliki sesuatu dibolehkan untuk memanfaatkanya sesuai dengan kehendaknya dengan syarat tidak mengganggu orang lain.
Batas-batas tanah harus ditandai dengan jelas seperti denganpohon, beton, dinding dan tanda-tanda yang lainya
Dijelaskan oleh idris ahmad bahwa pengarang kitab al-minhaj berpendapat siapa saja yang menghidupkan tanah mati, kemudian lahir pada tanah tersebut benda-benda yang tersembunyi maka benda-benda tersebut menjadi miliknya sedangkan air yang terpancar dan rumput yang tumbuh adalah milik bersama.
7.      Definisi Ja’alah
Ja’alah merupakan istilah nama untuk menyebut sesuatu yang diberikan seseorang pada orang lain sebagai upah karena mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut terminologi syara’ ja’alah adalah keharusan melakukan sesuatu secara mutlak sebagai bayaran tertentu atas satu pekerjaan tertentu atau sesuatu yang belum diketahui dengan sesuatu yang sudah pasti atau yang lainya.
8.      Perbedaan Ja’alah dengan Ijarah
Pada dasarnya ja’alah sama dengan sewa namun ada beberapa perbedaan aspek antara lain:
8.1  Akad ja’alah sah dan boleh walaupun bayaranya tidak pasti a’ala sah walaupun pekerjaanya belum diketahui.
8.2  Penerima ja’alah tergantung dalam keberhasilan pekerjaan.
8.3  Akad ja’alah tetap sah walaupun si pekerja tidak menerima ja’alahnya.
8.4  Akad ja’alah sah walaupun upahnya belum diketahui.
8.5  Gugurnya akad ‘iwadh jika si pekerja membatalkan akad.



9.      Rukun Ja’alah
Rukun ja’alah ada 4:
9.1  Kedua belah pihak yang berakad
9.2  Iwad/upah
9.3  Pekerjaan
9.4  Ucapan
Sebagian ulama menjdaikan lima :
9.1  Pemberi Ja’alah
Harus memiliki syarat kualitatif pertama memiliki kebebasan berbuat dengan syarat tindakanya sah dengan apa yang dilakukan dengan upah baik dia sebagai pemilik atau bukan, termasuk didalamnya wali dan tidak termasuk anak kecil, gila dan idiot. Kedua, mempunyai pilihan jika terpaksa, maka akad tidak sah.
9.2 Upah
Upah dalam ja’alah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Pertama, berupa harta yng memang maksud untuk dimiliki terhormat atau hak khusus, dan jika yang menjadi tujuan dari memiliki seperti darah dan yang lainya maka tidak boleh.
Kedua, harus diketahui sebab dia adalah bayaran, maka harus ada pengetahuan tentangnya seperti upah dalam akad sewa
9.3 Pekerjaan
Pekerjaan dalam ja’alah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Pertama, pekerjaan yang ditawarkan memiliki tingkat kesusuahan.
Kedua, pekerjaan yang ditawarkan kepadanya bukan suatu pekerjaan yang wajib bagi pekerja secara syar’i, jika ia wajib secara syar’i lalu ia mengembalikanya maka dia tidak berhak mendapat upah.
Ketiga, hendaklah sipekerja menyerahkan barang yang akan dikembalikan kepada pemiliknya seandainya ia rusak sebelum diserahkan walaupun sudah masuk rumah sipemilik namun belum diserahkan maka tidak ada ganti.
9.4  Ucapan
Ucapan ini datang dari pihak ja’alah sedangkan dari pihak pekerja maka tdak diisyaratkan ada ucapan dan dengan ada qobul darinya dengan ucapan walaupun barangnya sudah jelas sebab yang dinilai adalah pekerjaanya sama denga akad perwakilan.
9.5  Pekerja
Ia juga harus memenuhi beberapa syarat:
9.5.1        Mempunyai ijin untuk bekerja dari orang yang
 punya harta, jika dia bekerja tanpa ada ijin darinya seperti ada harta yang hilang lalu dia menemukanya atau hewan yang tersesat lalu dia mengembalikanya kepada pemiliknya, maka dalam hal ini tidak berhak mendapat ja’alah sebab dia memberikan bantuan tanpa ada ikatan upah.
Termasuk dalam syarat ini beberapa gambaran yang paling penting:
Pertama,jika si pemberi ja’alah mengijinkan seseorang lalu yang bekerja orang lain maka si pekerja tidak berhak mendapatkan sesuatu berbeda dengan abu hanifah.
Kedua,jika si pembeli ja’alah berkata :”sipa yang bisa mengembalikan untaku maka ia mendapat satu dinar.” Lalu dikembalikan oleh orang yang tidak mendengar panggilan tersebut maka dia tidak berhak mendapat ja’alah sebab ia sukarelawan mengembalikan tanpa upah.
9.5.2        Hedaklah si pekerja orang yang memeang ahli
 dengan pekerjaan itu jika memang dijelaskan bentuknya, walaupun masih anak-anak, gila atau sedang dicabuk haknya karena anak idiot. Si pekerja boleh bukan orang tertentu seperti ucapanya “siapa yang bisa mengemabalikan hewanku yang hilang, maka ia mendapat begini,” jika dia mengembalikanya, maka dia berhak mendapatja’alah asalkan dia mendengarnya dari orang yang dia yakini kejujuranya.
9.5.3        Si pekerja tidak berhak mendapat upah kecuali jika
 sudah selesai bekerja.

 


BAB III
PENUTUP
I.       KESIMPULAN
Ihya al-Mawat adalah dua lafadz yang menunjukan satu istilah dalam Fiqh dan mempunyai maksud tersendiri. Bila diterjemahkan secara literer ihya berarti menghidupkan dan mawat berasal dari maut yang berarti mati atau wafat.
Bahwasanya Al – Hadis merupakan sumber hukum yang dipakai oleh para ulama sebagai rujukan.
Dalam haliniMadzhab Malik dan Ahmad berbeda pendapat bahwa seseorang yang akan membuka tanah baru atau akan memfungsikan tanah tidak wajib untuk meminta ijin kepada penguasa.
Harim makmur artinya sesuatu yang dilarang dikuasai oleh seseorang. Harim itu ada beberapa macam yaitu sebagai berikut:
Harim kampung yaitu lapangan atau alun-alun tempat rekreasi, pacuan kuda, pasar, tanah lapang dll
Harim telaga yaitu tempat (tanah yang dibuka)/ disuburkan digali untuk kubangan ternak, seperti tempat penambatanya, tempat pancuranya ditempat pembuangan air.
Harim rumah yaitu tempat pembuangan sampah dan yang lain-lainya.
Ada beberapa tanah yang gtidak boleh digarap: Pertama, tanah tak bertuan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Kedua, tanah yang merupakan fasilitas umum. Ketiga, tanah atau kawasan lindung. Keempat, kawasan terlarang untuk dikelola


Daftar Pustaka

Suhendi, Hendi. 2010. Fiqih Muamalah. PT. Grafindo Persada. Jakarta.
Rasjid, Sulaiman. 1954. Fiqh Islam. Athahiriyah. Jakarta.
Asrori, Ma’ruf. 2000. Ringkasan Fiqh Islam. Almiftah. Surabaya.




[1]Suhendi, Hendi. 2010.Fiqih Muamalah. PT. Grafindo Persada.Jakarta, hlm. 265-266.
[2]Rasjid,Sulaiman. 1954.Fiqh Islam. Athahiriyah. Jakarta. hlm. 319.
[3]Ibid hlm. 319.
[4] Suhendi, Hendi, op. cit, hlm. 271.
[5]Asrori, Ma’ruf.2000. Ringkasan Fiqh Islam, Almiftah. Surabaya, hlm. 353- 354.

1 komentar:

  1. YouTube | Videoodl.cc
    youtube youtube mp3 juice youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube youtube https://youtu.be/Vx9d7wkQ.

    BalasHapus